.... Selamat Datang di Blog Kecamatan Kota Tengah.., Terima Kasih Atas Kunjungan Anda.... blog ini menyediakan informasi umum tentang kondisi Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo.... Semoga Bermanfaat...

Sejarah Kecamatan Kota Tengah

Sebelum masa penjajahan Belanda keadaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam suatu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohalaa".
Daerah Gorontalo terdiri dari 5 Pohalaa, yaitu:

    * Pohalaa Gorontalo
    * Pohalaa Limboto
    * Pohalaa Bone (termasuk Suwawa dan Bintauna)
    * Pohalaa Bolango (tahun 1862 digantikan Boalemo) dan
    * Pohalaa Atinggola

Raja dari pohalaa-pohalaa tersebut ditentukan oleh Baate-Baate (pemangku adat).yang menonjol dari kelima pohalaa tersebut adalah pohalaa Gorontalo dan pohalaa Limboto yang merupakan dua kerajaan terbesar. Rakyatnya terbagi dalam suku–suku (linula-linula, yang kemudian disebut kaum) dan dikepalai oleh seorang Olongia.

Asal-usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :

    * Berasal dari "Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi Hulontalo.
    * Berasal dari "Hua Lolontalango" yang artinya orang-orang gowa yang berjalan lalu-lalang.
    * "Hulutalangi" yang artinya lebih mulia.
    * "Pongolatalo" atau "Pohulatalo" yang artinya tempat menunggu.
    * "Hulua Lo Tola" yang artinya tempat berkembangnya ikan gabus.
    * "Gunung Telu" yang artinya tiga buah gunung
    * "Hunto" yang artinya suatu tempat yang senantiasa digenangi air.

Jadi asal-usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas bahwa kata "Hulontalo" hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan oleh orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya, diucapkan dengan "HORONTALO" dan bila dituliskan menjadi "GORONTALO".
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada dikekuasaan seorang Asisten Residen disamping pemerintahan tradisional. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo Lo Pohalaa dibagi lagi atas 3 (tiga) Onder Afdeling yaitu :

    * Onder Afdeling Kwandang
    * Onder Afdeling Gorontalo
    * Onder Afdeling Boalemo

Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi 5 distrik, yaitu :

    * Distrik Kwandang
    * Distrik Limboto
    * Distrik Bone
    * Distrik Gorontalo
    * Distrik Boalemo

Pada tahun 1922, Gorontalo ditetapkan menjadi 3 (tiga) Afdeling yaitu:

    * Afdeling Gorontalo
    * Afdeling Boalemo
    * Afdeling Buol

Onder Afdeling ini dibagi pula atas distrikdistrik yang dikepalai oleh seorang Jegugu dan Onder Distrik dikepalai oleh seorang Marsaoleh (Camat). Keadaan administrasi pemerintahan yang terakhir ini berlangsung sampai meletusnya Perang Dunia II. Struktur masyarakat di daerah Gorontalo tersusun dari bawah ke atas yaitu : Linula, Lipu atau Kerajaan dan Pohalaa atau Serikat Kerajaan.

Sebelum terbentuknya Linula, masyarakat suku bangsa Gorontalo terdiri dari keluarga batih yang disebut Ngalaa dan tinggal pada petak-petak (lalaa) dari sebuah rumah yang besar disebut Laihe. Dari Laihe inilah terbentuk sistem kepemimpinan yang dijabat oleh seorang anggota tertua, berwibawa dan kaya akan pengalaman dan pengetahuan.

Oleh karena masyarakat makin lama makin bertambah dan berkembang dalam jumlah yang lebih besar maka laihe-laihe lain terbentuk pula. Linula masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang disebut Olongia (raja) serta memegang kekuasaan atas nama dan tanggungjawab bersama. Jabatan Olongia sebagai pemimpin Linula tidak didasarkan atas penunjukan sewenang-wenang karena keturunan, melainkan atas pilihan dan persetujuan kelompok-kelompok laihe yang disebut Lemboa.
Dalam menjalankan pemerintahan seorang raja dibantu oleh aparat Linula yang dikenal dengan istilah Buatula Totolu, yaitu:

    * Bubato, yang menjalankan pemerintahan sehari-hari.
    * Saraa, yang bertugas melakukan upacara agama.
    * Bala, yang bertugas dalam bidang keamanan dan pertahanan.

Disamping itu, Olongia dalam menjalankan pemerintahan Linula senantiasa didampingi oleh suatu Dewan Musyawarah Rakyat yang disebut "Bantayo Poboide" dan berfungsi sebagai :

    * Membicarakan masalah-masalah kesejahteraan Linula
    * Menetapkan apakah ketentuanketentuan yang telah dimusyawarahkan telah dijalankan oleh Olongia dengan baik atau tidak.
    * Mensahkan pengangkatan/pemberhentian Olongia dan pembantu-pembantunya.

Adapun anggota-anggota yang duduk dalam Bantayo Poboide terdiri dari orang-orang tua (mongopanggola), tokohtokoh masyarakat (Tulaibala) dan para wakil rakyat (Utolia).
Disini terlihat bahwa azas-azas demokrasi asli bangsa Indonesia telah dijalankan secara wajar dalam masyarakat Gorontalo sesuai dengan keadaan zamannya. Struktur masyarakat hukum Linula inilah yang mula-mula tersebar di daerah Gorontalo, masingmasing berdiri sendiri dan merupakan dasar bagi struktur hukum yang lebih besar dan luas yaitu Lipu atau Kerajaan.

Pemerintahan di daerah Gorontalo pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan adalah bersifat monarki-konstitusional, yang pada awal mula pembentukan kerajaan-kerajaan tersebut berakar pada kekuasaan rakyat yang menjelmakan diri dalam kekuasaan Linula, yang sesungguhnya menurutkan azas demokrasi.
Organisasi pemerintahan dalam kerajaan terbagi atas tiga bagian dalam suasana kerjasama yang disebut "Buatula Totolu", yaitu:

    * Buatula Bantayo; dikepalai oleh Bate yang bertugas menciptakan peraturanperaturan dan garis-garis besar tujuan kerajaan.
    * Buatula Bubato; dikepalai oleh Raja (Olongia) dan bertugas melaksanakan peraturan serta berusaha mensejahterakan masyarakat.
    * Buatula Bala; yang pada mulanya dikepalai oleh Pulubala, bertugas dalam bidang pertahanan dan keamanan.

Olongia Lo Lipu (Maha Raja Kerajaan) adalah kepala pemerintahan tertinggi dalam kerajaan tapi tidak berkuasa mutlak. Ia dipilih oleh Bantayo Poboide dan dapat dipecat atau di mazulkan juga oleh Bantayo Poboide.
Masa jabatannya tidak ditentukan, tergantung dari penilaian Bantayo Poboide. Hal ini membuktikan bahwa kekuasaan tertinggi dalam kerajaan berada dalam tangan Bantayo Poboide sebagai penjelmaan dari pada kekuasaan rakyat.

Selain Olongia sebagai penguasa tertinggi dalam kerajaan, terdapat pula jabatan tinggi lainnya yaitu "Patila" (Mangku Bumi) selanjutnya disebut Jogugu. Wulea Lo Lipu (Marsaoleh) setingkat dengan camat. Disamping Olongia dan pembantu-pembantunya sebagai pelaksana pemerintahan sehari-hari terdapat suatu Badan Musyawarah Rakyat (Bantayo Poboide) yang diketuai oleh seorang Bate. Setiap kerajaan mempunyai suatu Bantayo Poboide yang berarti bangsal tempat bermusyawarah. di dalam bangsal inilah diolah dan dirumuskan berbagai persoalan negeri, sehingga tugas Bantayo Poboide dapat diperinci sebagai berikut :

    * Menetapkan adat dan hukum adat.
    * Mendampingi serta mengawasi pemerintah.
    * Menggugat Raja.
    * Memilih dan menobatkan Raja dan pembesar-pembesar lainnya.

Bantayo Poboide dalam menetapkan sesuatu, menganut musyawarah dan mufakat untuk menghendaki suatu kebulatan suara dan bersama-sama bertanggung jawab atas setiap keputusan bersama.

Pendiri Kota Gorontalo adalah Sultan Botutihe yang telah berhasil melaksanakan tugas-tugas pemerintahan atas dasar Ketuhanan dan prinsip-prinsip masyarakat. Walaupun Gorontalo telah ada dan terbentuk sejak tahun 1728 (sekitar 3 abad yang lalu), namun sebagai daerah otonom Kota Gorontalo secara resmi terbentuk pada tanggal 20 Mei 1960 sebagai pelaksanaan UU No. 29/1959 tentang pembentukan Dati II di Sulawesi.

Wilayah hukum Kotapraja Gorontalo dibagi 3 kecamatan berdasarkan UU No. 29/1959 tersebut dan melalui Keputusan Kepala Daerah Sulawesi Utara No. 102 tanggal 4 Maret 1960 ditetapkan 39 kampung yang masih termasuk dalam wilayah Kotapraja Gorontalo yang terbagi atas 3 kecamatan yaitu Kecamatan Kota Selatan, Kecamatan Kota Barat dan Kecamatan Kota Utara.

Sebutan Kotapraja sesuai dengan istilah yang digunakan dalam UU No. 18/1965 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang menggantikan istilah Kotapraja menjadi Kotamadya dan saat ini disebut Kota.

Sejak tahun 2005 berdasarkan Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2005, Kecamatan Kota Utara yang sebelumnya terdiri dari 14 Kelurahan dimekarkan menjadi 2 Kecamatan dengan wilayah pemekarannya adalah Kecamatan Kota Tengah. Kecamatan Kota Tengah diresmikan pada tanggal 23 Maret 2005 sekaligus dengan pelantikan camat dan perangkatnya dimana kantor camat sementara menempati kantor Lurah Pulubala. Nanti pada Bulan Maret 2006 Kantor Camat Kota Tengah yang baru sudah bisa ditempati.

Pada bulan Agustus 2007, Kelurahan Dulalowo dimekarkan lagi menjadi 2 kelurahan dengan Kelurahan Pemekarannya Dulalowo Timur, hal ini dikarenakan Kelurahan Dulalowo memiliki potensi untuk dikembangkan dan juga dalam rangka memperpendek rentang kendali pemerintahan kelurahan dan lebih mendekatkan pelayanan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan kepada masyarakat, dan hingga saat ini Kecamatan Kota Utara memiliki 6 Kelurahan yaitu :

   1. Kelurahan Paguyaman
   2. Kelurahan Pulubala
   3. Kelurahan Dulalowo
   4. Kelurahan Dulalowo Timur
   5. Kelurahan Liluwo
   6. Kelurahan Paguyaman

Letak Geografis Kecamatan Kota Tengah yakni
Bujur (Longitude) 122° 59' 44'' s.d 123° 05' 59'' Lintang (Latitude) 00° 28' 17'' s.d 00° 35' 56''dengan batas wilayah sebagai berikut:
    * Sebelah Utara dengan Kecamatan Kota Utara
   * Sebelah Timur dengan Kecamatan Kota Utara dan Kecamatan Kota Timur
   * Sebelah Selatan dengan Kecamatan Kota Selatan
    * Sebelah Barat dengan Kecamatan Dungingi